Monday, September 24, 2012

Radang Paru? Pneumonia kah?

Leave a Comment


YA. Pneumonia, atau yang dalam bahasa awamnya biasa disebut paru-paru basah atau radang paru, merupakan keradangan parenkim paru di mana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan keradangan paru yang disebabkan oleh penyebab non-infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, yaitu:
  • Pneumonia atipical : mycoplasmalegionella, dan chlamydia
  • Pneumonia virus
  • Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
  • Pneumonia bakterial / tipikal :  staphylococcus,  streptococcus,  Hemofilus influenzadll.


   Penyakit ini hanya akan terjadi apabila ada ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Ada beberapa cara mikroorganisme untuk mencapai permukaan saluran napas:
1.    Inokulasi langsung
2.    Penyebaran melalui pembuluh darah
3.    Inhalasi bahan aerosol
4.    Kolonisasi pada permukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut di atas yang terbanyak adalah kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, infeksi mikroorganisme atipikal, infeksi mikobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi.
Bila terjadi kolonisasi mikroorganisme pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran pernapasan bagian bawah dan terjadi inokulasi , maka hal ini merupakan awal dari permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi yaitu 108-10/ml sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml)  dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.

A. Patologi
            Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis dari eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan lekosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian difagositir. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan terdapat 4 zona pada daerah parasitik tersebut, yaitu:

 1.    Zona luar: Alveolar yang terisi dengan kuman dan cairan edema
 2. Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari sel-sel PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
 3. Zona konsolidasi yang luas: daerah dimana terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah sel PMN yang banyak
 4. Zona Resolusi: daerah di mana terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, lekosit, dan alveolar makrofag.

Daerah perifer dimana terdapat edema dan perdarahan pada gambar A disebut “Red hepatization”. Sedang daerah konsolidasi yang luas pada gambar B disebut gray “hepatization”.
Menurut American Thoracic Society (ATS) kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria di bawah ini
Kriteria minor:
1.      Frekuensi napas >30/menit
2.      PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
3.      Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
4.      Gambaran rontgen paru melibatkan 2 lobus
5.      Tekanan sistolik < 90 mmHg
6.      Tekanan diastolik <60 mmHg
Kriteria Mayor:
1.      Membutuhkan ventilasi mekanik
2.      Infiltrat bertambah >50%
3.      Membutuhkan vasopressor >4 jam (syok septik)
4.      Serum kreatinin > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dl, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

B. Pneumonia Komuniti
Pneumonia yang didapat di masyarakat (CAP-Community acquired Pneumonia) banyak disebabkan oleh bakteri gram positif,sebaliknya pneumonia yang disapat di rumah sakit (hospital acquired pneumonia) banyak disebabkan bakteri gram negatif, sedang pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti apabila di foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala berikut:
1.      Batuk bertambah berat
2.      Perubahan karakteristik dahak
3.      Suhu tubuh > 37,5oC (oral)/ riwayat demam
4.      Pemeriksaan fisik ditemukan tanda konsolidasi dan ronki
5.      Leukosit > 10.000 / <4500
Berdasarkan kesepakatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2003, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah:
1.    Skor PORT lebih dari 70
2.    Bila skor PORT kurang dari 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu kriteria dibawah ini.
a.    Frekuensi napas > 30 kali per menit
b.   PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c.    Gambaran Rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
d.   Gambaran Paru melibatkan > 2 lobus
e.    Tekanan sistolik < 90 mmHg
f.    Tekanana diastolic <60 mmHg
3.    Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria Perawatan Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi mekanik dan vasopressor > 4jam) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (PaO2/FiO2 < 250 mmHg, gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg)
Penatalaksanaan pneumonia komuniti dibagi menjadi:
1.    Penderita rawat jalan
a.    Pengobatan suportif / simptomatik
-       Istirahat di tempat tidur
-       Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
-       Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
-       Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
b.   Pemberian antibiotic kurang dari 8 jam
2.    Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
a.    Pengobatan suportif / simptomatik
-       Pemberian terapi oksigen
-       Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
-       Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b.   Pemberian antibiotic kurang dari 8 jam
3.    Penderita rawat inap di Ruang rawat intensif
a.    Pengobatan suportif / simptomatik
-       Pemberian terapi oksigen
-       Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
-       Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
b.   Pemberian antibiotic harus diberikan kurang dari 8 jam
c.    Bila ada indikasi dipasang ventilator mekanik

C. Pneumonia Nosokomial
            Pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi pada waktu penderita dirawat di rumah sakit, yang infeksinya tidak timbul atau tidak sedang dalam masa inkubasi pada waktu masuk rumah sakit, dan biasanya terjadi setelah 72 jam pertama masuk rumah sakit.
            Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Umumnya adalah bakteri gram negatif, seperti batang gram negatif (tersering E. Coli, Klebsiela spp., Serratia, Proteus). Kuman gram positif Staphylococcus aureus akhir-akhir ini juga meningkat ditemukan sebagai patogen penyebab.
            Diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut:
1.    Onset pneumonia timbul lebih dari 72 jam setelah masuk rumah sakit, yang infeksinya tidak timbul atau tidak sedang dalam masa inkubasi pada waktu masuk rumah sakit.
2.    Pemeriksaan fisik menunjukkan ronki, kepekakan atau adanya infiltrat pada foto toraks ditambah adanya satu atau lebih dari gejala berikut:
a.    Sputum purulen
b.    Didapatkan isolasi patogen dari darah, aspirasi trakea, spesimen yang berasal dari biopsi atau sikatan bronkus
c.    Didapatkan isolasi virus pada sekresi pernapasan
d.   Titer antibodi terhadap suatu patogen
e.    Pemeriksaan histopatologi membuktikan adanya pneumonia
Faktor predisposisi atau faktor risiko Pneumonia nosokomial:
Faktor endogen:
1.      Debiliti
2.      Dasar Penyakit (diabetes, jantung, PPOK)
3.      Usia
Faktor eksogen
1.      Pembedahan (torakotomi-40%, operasi abdomen atas-17%, operasi abdomen bawah-5%
2.      Pemberian antibiotik (Pemberian penisilin dosis besar  akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring)
3.      Peralatan terapi pernapasan
4.      Pemasangan pipa nasogastrik, antasida dan alimentasi enteral (pemberian antasida yang mempertahankan PH lambung >4 menyebabkan kolonisasi bakteri di lambung oleh bakteri gram negatif aerob, sedang larutan makanan enteral sendiri mempunyai PH netral 6,4-7,0)
5.      Lingkungan rumah sakit
Klasifikasi Pneumonia Nosokomial (Berdasarkan ATS) dengan melihat faktor beratnya penyakit pneumonia (ringan-sedang dan berat), faktor risiko, onset (onset dini < 5 hari, onset lanjut > 5 hari), maka pneumonia nosokomial dibagi jadi 3 kelompok yaitu:
Kelompok 1 : Pneumonia ringan-sedang, onset setiap saat dan tidak ada faktor risiko atau pneumonia berat dengan onset dini dan tidak ada faktor risiko
Kelompok 2 : Pneumonia ringan-sedang, faktor risiko spesifik dan onset setiap waktu
Kelompok 3 : Pneumonia berat onset setiap waktu dengan faktor risiko spesifik dan atau pneumonia berat dengan onset lambat dan tidak ada faktor risiko
Kriteria Pneumonia berat:
1.      Dirawat di Ruang intensif karena pneumonia atau gagal napas
2.      Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas mekanik atau membutuhkan O2>35% untuk mempertahankan saturasi O2 > 90%
3.      Perubahan radiologis secara progresif, pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
4.      Terdapat sepsis dengan hipotensi atau disfungsi organ termasuk: (syok, memerlukan vasopresor > 4 jam, jumlah urin < 20 ml/jam atau jumlah urin 80 ml/jam, gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis)

D. Pneumonia Atipik
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri/kuman atipik. Pneumonia yang terjadi disebut dengan pneumonia atipikal. Sebagai kuman etiologi yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Legionella spp. Penyebab lainnya adalah Chlamydia psittasi, Coxiella burnetti, virus influenza tipe A dan Adenovirus dan Respiratory Syncitial Virus.
Diagnosis Pneumonia Atipik
  •  Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk non produktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia
  • Pada pemeriksaan fisis terdapat ronkhi basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi
  • Gambaran radiologis menunjukkan infiltrate interstitial
  • Laboratorium menunjukkan leukositosis ringan, dan pengecatan gram, biakan dahak atau darah yang tidak ditemukan bakteri
  • Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik

·         Isolasi biakan sensitivitinya sangat rendah
·         Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)
·         Polymerase Chain Reaction (PCR)
·         Uji serologi
                                                              i.     Cold agglutinin
                                                            ii.      Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis M. Pneumoniae
                                                          iii.      Micro immunofluorescence (MIF), Standar Serologi untuk C. Pneumoniae
                                                          iv.      Antigen dari urin untuk Legionella

Perbedaan Gambaran Klinik Pneumonia tipik dan atipikal
Tanda dan Gejala
Pneumonia tipik (bacterial)
Pneumonia atipikal (non bacterial)
Onset
Akut
Gradual
Suhu
Tinggi, menggigil
Kurang tinggi
Batuk
Produktif
Non produktif
Dahak
Purulen
Mukoid
Gejala lain
Jarang
Nyeri kepala, mialgia, sakit tenggorokan
Gejala di luar paru
Lebih jarang
Sering
Pewarnaan Gram
Kokus gram (+) atau (-)
Flora normal atau spesifik
Radiologik
Konsolidasi lobar
“patchy”
Laboratorium
Lebih tinggi
Lekosit normal kadang rendah
Gangguan fungsi hati
Jarang
Sering meningkat

Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu memperhatikan keadaan klinisnya, bila keadaan klinis membaik dan tidak ada indikasi rawat inap, penderita dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang tertentu/spesifik misalnya dengan S. pneumonia yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasi adalah:
·         Pneumokokus resisten terhadap penicillin
-          Umur lebih dari 65 tahun
-          Memakai obat-obatan golongan beta laktam selama tiga bulan terakhir
-          Pecandu alcohol
-          Penyakit gangguan kekebalan
-          Penyakit penyerta yang multipel
·         Kuman enteric gram negative
-          Penghuni rumah jompo
-          Mempunyai kelainan dasar kelainan jantung paru
-          Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
-          Riwayat pengobatan antibiotic
-          Pseudomonas aeruginosa
-          Bronkiektasis
-          Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
-          Pengobatan antibiotic spectrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
-          Gizi kurang

E. Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi, yaitu:
  • Pneumonia lobaris, sering pada pneumonia bakterial , jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus misal: pada aspirasi benda asing atau adanya proses keganasan.
  • Bronkopneumonia. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua
  • Pneumonia interstitiel
F. Diagnosis
a. Anamnesis
            Ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat sampai >400c, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan Fisik
            Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi dapat terdengar suara napas (broonkovesikuler) sampai bronkial, dapat disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
c. Pemeriksaan Penunjang
     1. Gambaran Radiologis
               Foto toraks (PA/Lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstitial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan penunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambar pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia , sedangkan Klebsiela Pneumoniae sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
     2. Pemeriksaan Laboratorium
               Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis lekosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah, dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia dan pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

G. Diagnosa Banding
Diagnosa banding terhadap pneumonia adalah didasarkan pada adanya kemiripan diantara penyakit seperti gejala klinis respirasi cepat dan dangkal, sesak nafas (dyspnoe), batuk, keluar discharge atau eksudat pada hidung, tegak sapi dalam posisi abduksio (bahu direnggangkan). Keadaan oedema pulmonum patut dipertimbangkan. Mengingat pada kondisi oedema pulmonum juga terlihat adanya gangguan suplai oksigen dan karbondioksida akibat adanya pengisian cairan pada alveolar.
Selain itu, gangguan pada pleura (pleuritis) perlu diperhatikan juga, karena pada pemeriksaan atau uji gumba, kondisi pleuritis juga menunjukkan reaksi sakit (positif). Terlebih radang ini jarang ditemukan yang berdiri sendiri. Kondisi pneumonia yang telah berlanjut pun dapat mengakibatkan peradangan pada pleura.

H. Penatalaksanaan
1.Indikasi MRS :
a. Ada kesukaran nafas, toksis
b. Sianosis
c. Umur kurang 6 bulan
d. Ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema
e. Diduga infeksi oleh Stafilokokus
f. Imunokompromais
g. Perawatan di rumah kurang baik
h. Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
2. Pemberian oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse    oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang nasogastrik.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
7. Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab :
• Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral
 Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 10-14 hari
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.

Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
• Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
• Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
• Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol)
• Imunoglobulin

1.      Vaksinasi
2.      Pencegahan proses transmisi patogen
3.      Mencegah faktor-faktor yang dapat menimbulkan aspirasi
4.      Mengurangi penggunaan antibiotik yang tidk perlu
5.      Mempertahankan keasaman lambung
6.      Sterilisasi yang optimal terutama pada perawatan pra dan pos operasi


DAFTAR PUSTAKA

Wibisono M Jusuf, Winariani, Hariadi Slamet. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSUD Dr. Soetomo: Surabaya

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment



.