Demam
merupakan salah satu keluhan utama yang paling sering disampaikan orang tua pada
waktu membawa anaknya ke dokter atau ke tempat pelayanan kesehatan. Beragam penyakit memang biasanya dimulai dengan manifestasi berupa demam, terutama penyakit infeksi
pada umumnya, juga dehidrasi, gangguan pusat pengatur panas, keracunan termasuk
oleh obat, proses imun, dan sebagainya. Sebanyak 10-15% anak yang dibawa ke
dokter adalah karena demam. Demam pada umumnya tidak berbahaya tetapi demam
tinggi dapat membahayakan. Penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa 95% ibu
merasa khawatir bila anaknya demam.
Demam
merupakan salah satu gejala yang diperlukan dalam menentukan diagnosis.
Penilaian demam dengan menggunakan termometer masih jarang dilakukan oleh ibu
di rumah. Penelitian di Arab Saudi mendapatkan hanya 24% ibu menggunakan
termometer. Penilaian suhu tubuh yang paling banyak (94%) dilakukan ibu justru dengan
menggunakan perabaan. Hal tersebut menjadi kendala untuk mendapatkan data
yan-g obyektif tentang demam. Tidak semua demam memerlukan antipiretika karena
demam justru merupakan petunjuk bahwa pada anak sedang terjadi proses penyakit.
Pada umumnya demam dengan suhu yang tidak tinggi tidak membahayakan. Di luar negeri sebagian besar anak yang demam ditangani sendiri oleh ibu dengan memberi antipiretika (48%) dan hanya 18% saja yang dibawa ke dokter atau sarana kesehatant. Tindakan ibu memberikan antipiretika dipengaruhi oleh kekhawatiran akan bahaya demam, pemahaman ibu tentang demam dan hambatan yang terjadi. Di samping itu golongan antipiretika tertentu (parasetamol atau ibuprofen) merupakan tindakan pertolongan pertama yang praktis dan cukup aman pada anak yang menderita demam yang cukup tinggi oleh sebab penyakit apapun, sebelum mencari pertolongan dokter atau pusat pelayanan kesehatan. Sementara itu ibu harus mampu mendeteksi apakah demam pada anaknya memang perlu diberi terapi atau hanya pengawasan. Demikian pula apakah demam telah turun sehingga tidak perlu pemberian antipiretika lagi.
Pada umumnya demam dengan suhu yang tidak tinggi tidak membahayakan. Di luar negeri sebagian besar anak yang demam ditangani sendiri oleh ibu dengan memberi antipiretika (48%) dan hanya 18% saja yang dibawa ke dokter atau sarana kesehatant. Tindakan ibu memberikan antipiretika dipengaruhi oleh kekhawatiran akan bahaya demam, pemahaman ibu tentang demam dan hambatan yang terjadi. Di samping itu golongan antipiretika tertentu (parasetamol atau ibuprofen) merupakan tindakan pertolongan pertama yang praktis dan cukup aman pada anak yang menderita demam yang cukup tinggi oleh sebab penyakit apapun, sebelum mencari pertolongan dokter atau pusat pelayanan kesehatan. Sementara itu ibu harus mampu mendeteksi apakah demam pada anaknya memang perlu diberi terapi atau hanya pengawasan. Demikian pula apakah demam telah turun sehingga tidak perlu pemberian antipiretika lagi.
Pengertian Demam
Demam
atau pireksia merupakan kata yang diambil dari bahasa yunani yang berarti api (pyro).
Demam merupakan suatu keadaan peningkatan suhu diatas normal yang disebabkan
perubahan pada pusat pengaturan suhu tubuh. Suhu normal tubuh berbeda
tergantung dari daerah pengukuran. Batasan normal suhu tubuh antara lain
sebagai berikut :
- Temperatur oral berkisar antara 33,2 – 38,20C
- Temperatur rektal berkisar antara 34,4 – 37,80C
- Temperatur aksila berkisar antara 35,5 – 37,50C
- Temperatur membran timpani berkisar pada 35,4– 37,80C
Suhu
tubuh bervariasi pada setiap individunya, tergantung pada berbagai faktor;
antara lain umur, jenis kelamin, lingkungan, temperature ruangan, tingkat
aktivitas, dan sebagainya. Peningkatan suhu tubuh tidak selalu mengisyaratkan
terjadinya demam. Sebagai contoh, peningkatan suhutubuh pada seseorang akan
meningkat pada keadaan peningkatan metabolisme tubuh (latihan fisik), tetapi
hal tersebut tidak didefinisikansebagai demam, karena pusat pengaturan suhu
tubuh di otak berada pada batas normal.
Jenis dan Tipe Demam
Sampai saat ini, dikenal beberapa tipe demam, yaitu :
1. Demam
kontinyu
Merupakan
demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki toleransi fluktuasi yang tidak
lebih dari 10C. Contoh penyakitnya antara lain;demam dengue, demam
tifoid, pneumonia, infeksi respiratorik, keadaan penurunan sistem imun, infeksi
virus, sepsis, gangguan sistem saraf pusat, malaria falciparum, dan lain-lain.
2. Demam intermiten
Demam
yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan kemudian kembali ke
suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-ulang hingga
akhirnya demam teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 10C. Contoh penyakitnya antara lain; demam tifoid,malaria,
septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam intermiten,
yaitu :
- Demam quotidian
- Demam tertian
- Demam quartan
3. Demam remiten
Demam
terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai suhu normal,
fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10C. Contoh penyakitnya
antara lain; infeksi virus, demam tifoid fase awal, endokarditis infektif,
infeksi tuberkulosis paru.
4. Demam berjenjang (step
ladder fever )
Demam
yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu selama
beberapa hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal kembali. Contohnya
pada demam tifoid.
5. Demam bifasik
(pelana kuda/ saddleback )
Demam
yang tinggi dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan suhu, kurang
lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi kembali. Tipe ini
didapatkan pada beberapa penyakit,seperti demam dengue, yellow fever ,Colorado
tick fever , Rit valley fever,dan infeksi virus seperti; influenza,
poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.
6. Demam Pel-Ebstein atau
undulasi
Suatu
jenis demam yang spesifik pada penyakit limfoma hodgkin,dimana terjadi peningkatan
suhu selama satu minggu dan turun pada minggu berikutnya, dan seperti itu
seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada kasus penyakit kolesistitis
bruselosis, dan pielonefritis kronik.
7. Demam kebalikan pola
demam diurnal (typhus inversus)
Demam
dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau di
awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis,
abses hepatik, dan endokarditis bakterial.
Penatalaksanaan Demam
Tidak
semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit kasus demam
yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu, demam tentu
saja tidak membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika tidak diturunkan
dapat meningkat tiba-tiba ke level yang membahayakan. Menurut data statistik
yang ada, kerusakan pada otak pada umumnya terjadi jika suhu tubuh mendekati 420C
(107,60F). Secara umum, pasien yang mengalami demam akan disarankan
untuk meningkatkan hidrasi, karena demam juga dapat merupakan salah satu manifestasi
dari dehidrasi tubuh, selain itu peningkatan hidrasi terbukti dapat membantu
menurunkan demam. Resiko hiponatremia relatif yang disebabkan oleh peningkatan
masukan cairan dapat dikurangi dengan menggunakan formula cairan rehidrasi oral
yang sesuai, dengan kadar elektrolit seimbang. Penanganan sederhana lain yang
dapat dilakukan ialah dengan memberikan kompres hangat pada daerah peredaran
darah besar; misalnya dileher, ketiak, dan lipat inguinal. Tujuan kompres
hangat pada daerah tersebut ialah untuk membuat hangat daerah sekitar pembuluh
darah besar tersebut,dan kemudian akan menghangatkan darah itu sendiri. Keadaan
tersebut akan merangsang pusat pengaturan suhu untuk menurunkan termostat ke
titik yang lebih rendah dari sebelum, sehingga manifestasi yang dapat kita
lihat pada pasien yaitu proses berkeringat dan kulit yang memerah (flushing),karena
vasodilatasi pembuluh darah, sebagai upaya pembuangan panas tubuh.
Medikasi
yang utama untuk penatalaksanaan demam ialah dengan pemberian antipiretik.
Contoh antipiretik yang sering digunakan untuk kasus demam antara lain; parasetamol,
ibuprofen, dan asam asetilsalisilat. Pada beberapa sumber mengatakan
antipiretik asam asetil salisilat dan ibuprofen lebih efektif untuk
penatalaksanaan demam pada anak, sekaligus mengurangi gejala prodromal lain
yang menyertai demam, karena efek analgetiknya lebih kuat dibandingkan dengan
parasetamol. Namun begitu, asam asetil salisilat dan ibuprofen memiliki resiko
perdarahan lambung dan gangguan agregasi trombosit yang lebih tinggi
dibandingkan dengan parasetamol. Oleh karena itu, obat tersebut tidak dianjurkan
untuk diberikan pada kasus demam yangdisertai perdarahan, misalnya pada demam
berdarah dengue, purpura trombositopenik idiopatik, ulkus peptikum, dan
lain-lain. Pada umumnya antipiretik digunakan bila suhu tubuh anak lebih dari 380C.
Orang tua dan sebagian besar dokter
memberikan antipiretik pada setiap keadaan demam. Seharusnya antipiretik tidak
diberikan secara automatis, tetapi memerlukan pertimbangan. Pemberian
antipiretik harus berdasarkan kenyamanan anak, bukan dari suhu yang tertera
pada angkatermometer saja. Saat ini pemberian resep antipiretik terlalu
berlebihan,antipiretik diberikan untuk keuntungan orang tua daripada si anak.
Meski tidak ada efek samping antipiretik pada perjalanan penyakit, namun
terdapat beberapa bukti yang memperlihatkan efek yang merugikan. Indikasi
pemberian antipiretik, antara lain :
1. Demam
lebih dari 390C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak
nyaman, biasa timbul pada keadaan otitis media atau mialgia.
2. Demam
lebih dari 40,50C
3. Demam
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan gizi kurang,
penyakit jantung, luka bakar, atau pasca operasi,memerlukan antipiretik.
4. Anak
dengan riwayat kejang atau delirium yang disebabkan demam.
Klasifikasi Antipiretik
Obat
antipiretik dalam dikelompokkan dalam empat golongan; yaitu para aminofenol
(parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan naproksen), salisilat
(aspirin, salisilamid), dan asam asetik (indometasin). Namun yang akan dibahas
pada bagian ini ialah antipiretik yang sering dipakai pada penatalaksanaan
demam pada anak; yaitu parasetamol, ibuprofen, dan aspirin.
1. Parasetamol
(Asetaminofen)
Parasetamol
merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol
merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik
dalam pengobatan demam pada anak. Keuntungannya, terdapat dalam sediaan sirup,
tablet, infus, dan supositoria. Cara terakhir ini merupakan alternatif bila
obat tidak dapat diberikan per oral; misalnya anak muntah, menolak pemberian
cairan, mengantuk, atau tidak sadar. Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas
yang setara antara parasetamol oral dan supositoria. Dengan dosis yang sama
daya terapeutik antipiretiknya setara dengan aspirin,hanya parasetamol tidak
mempunyai daya antiinflamasi, oleh karena itutidak digunakan pada penyakit
jaringan ikat seperti artritis reumatodi. Parasetamol juga efektif menurunkan
suhu dan efek samping lain yang berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti
interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi. Dosis parasetamol
lazim yangdigunakan untuk menurunkan suhu ialah 10-15 mg/kgBB per dosis,
makaakan tercapai konsentrasi efek antipiretik dan direkomendasikan diberikan
setiap 4 jam. Dosis parasetamol 20 mg/kgBB tidak akan menambah daya penurunan
suhu tetapi memperpanjang efek antipiretik sampai 6-8 jam.Setelah pemberian
dosis terapeutik, penurunan demam terjadi setelah 30 menit, puncaknya sekitar 3
jam, dan demam akan rekurendalam 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma
dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi
absorpsi sehingga menghalangi penurunan demam. Parasetamol mempunyai efek
samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Tidak akan timbul perdarahan
saluran cerna, nefropati, maupun koagulopati. Obat yang dilaporkan mempunyai
interaksi denganparasetamol, diantaranya adalah warfarin, metoklopramid, beta
bloker,dan klopromazin.
2.Ibuprofen
Ibuprofen
ialah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampuan antipiretik,
analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID (Non Steroid
Anti Inflammatory Drug), ibuprofen beraksi dengan memblokade sintesis PGE-2
melalui penghambatan siklooksigenasi. Sejak tahun 1984 satu-satunya NSAID yang direkomendasikan
sebagai antipiretik di Amerika Serikat adalah ibuprofen, sedangkan di Inggris
sejak tahun 1990. Obat ini diserap dengan baik oleh saluran cerna, mencapai
puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik
(sekitar 10 mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan
suhu tubuh 20C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan
lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan
dosis setara parasetamol. Awitan antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih
besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen merupakan obat
antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah parasetamol.Efek
antiinflamasi serta analgesik ibuprofen menambah keunggulan dibandingkan dengan
parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan
demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah artritis reumatoid. Dengan
dosis 20-40 mg/kgBB/hari, efeknya sama dengan dosis aspirin 60-80 mg/kgBB/hari
disertai efek samping yang lebih rendah. Pemberian sitokin (misalnya GM-CSF)
seringkali menyebabkan demam dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif
untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai keuntungan
pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang luas. Beberapa efek
samping yang dilaporkan disebabkan adanya penyakit yang sebelumnya telah ada
pada anak tersebut dan bukan disebabkan oleh pengobatannya.Di pihak lain efek
samping biasanya berhubungan dengan dosis dansedikit lebih sering dibandingkan
dengan parasetamol dalam dosis antipiretik. Reaksi samping ibuprofen lebih
rendah daripada aspirin.Anak yang menelan 100 mg/kgBB tidak menunjukkan gejala,
bahkan sampai dosis 300 mg/kgBB seringkali asimptomatik. Tatalaksana kasus keracunan
ibuprofen, dilakukan pengeluaran obat dengan muntah (kumbah lambung), arang
aktif, dan perawatan suportif secara umum. Tidak ada antidotum spesifik
terhadap keracunan ibuprofen.
3.Salisilat
Aspirin
sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang luas dipakai
dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat mencapai
70% sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris kecenderungannya
terbalik. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan
dosissetara terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yangsama
tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgesik. Setelah dilaporkan adanya
hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on Infectious Diseases of
the American Academy of Pediatrics, berkesimpulan pada laporannya tahun 1982,
bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan
kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin masih digunakan secara luas
di berbagai tempat di dunia, terutama di negara berkembang. Kekurangan utama
aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya
tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping lebih tinggi daripada
parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi interaksi dengan obat
lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan),
metoklopramid dan kafein, serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya
metabolisme natrium valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai
berikut :
1. Sebagai
antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-15
mg/kgBB memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5 kali per
hari, oleh karena waktu paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.
2. Pada
penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik, dosis
awal ialah 80 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan
untuk mempertahankan kadar salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh
karena akhir-akhir dilaporkan adanya sindrom Reye pada kasus artritis reumatoid
yangmendapat aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai pada pengobatan artritis
reumatoid.
3. Thromboxane
A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet aggregation agent yang
terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus siklooksigenase. Aspirin
menghambat siklooksigenase sehingga mempunyai aktivitas antitrombosit dan
fibrinolitik rendah, direkomendasikan bagi anak dengan penyakit kawasaki,
penyakit jantung bawaan sianotik, dan penyakit jantung koroner.
Kontraindikasi
pemberian aspirin
a) Infeksi
virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin
dapat menyebabkan sindrom Reye.
b) Defisiensi
glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada keadaan iniaspirin dapat
menyebabkan anemia hemolitik.
c) Anak
yang menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena penggunaan
aspirin (aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema,
rhinitis, dan hiperreaktivitas bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang
mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan
pembentukan leukotrien pada keadaan asma yang diinduksi aspirin. Leukotrien merupakan
vasokonstriktor poten terhadap otot-otot polos salurannapas.
d) Pada
pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang memiliki kecenderungan
untuk mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang
bersifat reversibel. Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah< 20
mg/100 mL, umumnya dianggap sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul
pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang
tindih timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek
langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada
organ-organ terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan alkalosis
respiratorik, sedangkan pada anak yang lebih muda fase alkalosis respiratorik
terjadi singkat dan ketika anak tiba di rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik
bercampur dengan alkalosis respiratorik. Pada bayi atau keracunan salisilat
berat, keseimbangan asam-basa sangat terganggu ditandai dengan penurunan pH
(dapat kurang dari 7,0). Alkalosis respiratorik menunjukkan adanya keracunan
ringan atau tanda awal keracunan berat. Pemeriksaan laboratorium yang harus
dilakukan adalah; darah perifer lengkap, kadar salisilat, gula dalam darah,
enzim hati, waktu protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum dan elektrolit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan ke-dua belas.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Jakarta, 2007.
Poerwoko, dkk. Demam pada anak: perabaan kulit, pemahaman dan
tindakan ibu. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUGM : Yogyakarta, 2003.
Roespandi H, dr., Nurhamzah W, dr. Buku Saku Panduan Pelayanan
KesehatanAnak di Rumah Sakit, Cetakan I. Tim Adaptasi Indonesia-WHO : Jakarta,
2009.
Soedarmo SSP, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2.
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta, 2010.